Dalam meningkatkan etos kerja, guru senantiasa
diperhadapkan pada peningkatan kualitas pribadi dan sosialnya. Jika hal ini
dapat dipenuhi maka keberhasilan lebih cepat diperoleh, yaitu mampu melahirkan
peserta didik yang berbudi luhur, memiliki karakter sosial dan profesional
sebagaimana yang menjadi tujuan pokok pendidikan itu sendiri. Menurut
Thoifuri (2007:3-4), bahwa karakter pribadi dan sosial bagi guru dapat
diwujudkan sebagai berikut:
1. Guru hendaknya pandai, mempunyai wawasan luas.
2. Guru harus selalu meningkatkan keilmuannya.
3. Guru meyakini bahwa apa yang disampaikan itu benar dan bermanfaat.
4. Guru hendaknya berpikir obyektif dalam menghadapi masalah.
5. Guru hendaknya mempunyai dedikasi, motivasi dan loyalitas.
6. Guru harus bertanggung jawab terhadap kualitas dan kepribadian moral
7. Guru harus mampu merubah sikap siswa yang berwatak manusiawi.
8. Guru harus menjauhkan diri dari segala bentuk pamrih dan pujian.
9. Guru harus mampu mengatualisasikan materi yang disampaikan
10. Guru hendaknya banyak inisiatif sesuai perkembangan
iptek.
Karakter guru tersebut di atas merupakan ciri kehidupan
seorang guru yang amat fundamental dan dengan keprofesionalan guru itulah akan
terjadi motivasi, dinamisasi dan demokratisasi pemikiran yang akan mengarah
kepada kreaktivitas yang konstruktif dalam menciptakan etos kerja
di masa kini dan masa yang akan datang. Untuk mewujudkan semua itu tentunya
membutuhkan dukungan dari berbagai pihak termasuk dari masyarakat.
Pada tataran implementasi etos kerja
guru dapat terlihat dalam kegiatan guru pada saat pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar, itulah sebabnya untuk mengukur efektifitas etos kerja guru
perlu mengkomparasikan dengan kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah yang
cakap tentunya akan menaruh perhatian pada etos kerja bawahannya.
Salah satu teori6 berkaitan dengan peningkatan etos
kerja sebagaimana yang dikemukan oleh Mitchel,T.R dan Larson (1987:343) bahwa
indikator-indikator atau ukuran-ukuran kinerja guru meliputi : (1) kemampuan,
(2) prakarsa/inisiatif, (3) ketepatan waktu, (4) kualitas hasil kerja, dan (5)
komunikasi.
1. Kemampuan Guru
Broke dan Stoine (dalam
Wijaya & Rusyan 1992:7-8), menjelaskan bahwa kemampuan merupakan
gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru atau tenaga kependidikan
yang tampak sangat berarti. Sedangkan Robins,1998:46 (dalam Sitio 2006),
mendefinisikan kemampuan adalah kapasitas individu melaksanakan berbagai tugas
dalam suatu pekerjaan.
Charles E. Jhonsons et
al (1974:3) (dalam Wijaya dan A. Tabrani Rusyan 1992:8), mendefinisikan bahwa kemampuan
merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan
sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Kemampuan merupakan salah satu hal yang
harus dimiliki dalam jenjang apapun karena kemampuan memiliki kepentingan
tersendiri dan sangat penting untuk dimiliki oleh guru. Berhasil tidaknya
pendidikan pada sebuah sekolah salah satu komponennya ialah guru itu
sendiri.
2.
Inisiatif Guru
Menurut kamus Bahasa Besar Indonesia inisiatif berarti usaha sendiri, langkah
awal, ide baru. Berinisiatif berarti mengembangkan dan memberdayakan sektor
kreatifitas daya pikir manusia, untuk merencanakan idea atau buah pikiran
menjadi konsep yang baru yang pada gilirannya diharapkan dapat berdaya guna dan
bermanfaat.
Manusia yang berinisiatif adalah manusia yang tanggap terhadap segala
perkembangan yakni manusia yang pandai membaca, menghimpun dan meneliti,
manusia yang inisiatif juga dapat memanfaatkan setiap peluang di setiap
pergantian waktu, dan menjadikannya sebagai kreasi yang berarti.
Keistimewaan dari inisiatif ini sendiri yaitu mampu mencermati kreasi Tuhan,
selanjutnya menjadikan bahan renungan atau kreatifitas berpikir dalam semua
waktu dan tempat, kemudian membuat kreasi baru (karya baru) atau berinisiatif
memproduksi semua potensi menjadi berdaya guna.
3. Ketepatan
Waktu Kerja
Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri,
sebelum masuk dalam sebuah organisasi pendidikan seorang guru tentu mempunyai
aturan, nilai dan norma sendiri, yang merupakan proses sosialisasi dari
keluarga atau masyarakatnya. Seringkali terjadi aturan, nilai dan norma diri
yang tidak sesuai dengan aturan-aturan sekolah yang ada. Hal ini menimbulkan
konflik sehingga orang mudah tegang, marah, atau tersinggung apabila orang
terlalu menjunjung tinggi salah satu aturannya. Misalnya, seorang guru yang
selalu tepat waktu mengajar sementara itu iklim di sekolah kurang menjunjung
tinggi nilai-nilai penghargaan terhadap waktu. Jika guru tersebut memegang
teguh prinsip-prinsipnya sendiri, ia akan tersisih dari teman sekerjanya.
Demikian sebaliknya, jika ikut arus maka ia akan mengalami stres, oleh
karenanya ia harus menyesuaikan diri; tidak ikut arus, tetapi juga tidak kaku.
Ia jika perlu mempelopori kepatuhan terhadap waktu kepada teman sejawatnya.
Ketepatan waktu dalam melaksanakan tugas
diartikan sebagai sikap seseorang atau kelompok yang berniat untuk mengikuti
aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan pekerjaan,
pengertian ketepatan waktu atau disiplin kerja adalah suatu sikap dan
tingkah laku yang menunjukkan ketaatan karyawan terhadap peraturan organisasi.
Niat untuk mentaati peraturan menurut Suryohadiprojo (1989:65) merupakan suatu
kesadaran bahwa tanpa didasari unsur ketaatan, tujuan organisasi tidak akan
tercapai. Hal itu berarti bahwa sikap dan perilaku di dorong adanya
kontrol diri yang kuat. Artinya,sikap dan perilaku untuk mentaati peraturan
organisasi muncul dari dalam dirinya. Niat juga dapat diartikan sebagai
keinginan untuk berbuat sesuatu atau kemauan untuk menyesuaikan diri
dengan aturan-aturan. Sikap dan perilaku dalam disiplin kerja ditandai oleh
berbagai inisiatif, kemauan, dan kehendak untuk mentaati peraturan. Artinya,
orang yang dikatakan mempunyai disiplin yang tinggi tidak semata-mata patuh dan
taat terhadap peraturan secara kaku dan mati, tetapi juga mempunyai kehendak
(niat).
4. Kualitas Hasil
Kerja Guru
Pengertian kualitas hasil kerja disebut juga sebagai
kinerja atau dalam bahasa Inggris disebut dengan performance. Pada
prinsipnya, ada istilah lain yang lebih menggambarkan pada “kualitas” atau
“prestasi” dalam bahasa Inggris yaitu kata “achievement”. Tetapi karena kata
tersebut berasal dari kata “to achieve” yang berarti “mencapai”, maka dalam
bahasa Indonesia sering diartikan menjadi “pencapaian” atau “apa yang dicapai”.
(Ruky, 2001:15). Menurut Hasibuan (1990), prestasi kerja adalah suatu
hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan,
serta waktu.
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa kualitas kerja
lebih menekankan pada hasil atau yang diperoleh dari sebuah pekerjaan sebagai
kontribusi pada sekolah atau standar pencapaian hasil akhir dari guru-guru yang
ada di sekolah dalam memnuhi kebutuhan dari peserta didik. Untuk
meningkatkatkan kualitas hasil kerja tentunya dipengaruhi oleh faktor
organisasional (sekolah) dan factor personal.
Faktor organisasional meliputi sistem imbal jasa,
kualitas pengawasan, beban kerja, nilai dan minat, serta kondisi fisik dari lingkungan
kerja. Diantara berbagai faktor organisasional tersebut, faktor yang paling
penting adalah faktor sistem imbal jasa, dimana faktor tersebut akan diberikan
dalam bentuk gaji, bonus, ataupun promosi. Selain itu, faktor organisasional
kedua yang juga penting adalah kualitas pengawasan (supervision quality),
dimana seorang bawahan dapat memperoleh kepuasan kerja jika atasannya lebih
kompeten dibandingkan dirinya.
Sementara faktor personal meliputi ciri sifat kepribadian
(personality trait), senioritas, masa kerja, kemampuan ataupun keterampilan
yang berkaitan dengan bidang pekerjaan dan kepuasan hidup. Untuk faktor
personal, faktor yang juga penting dalam mempengaruhi prestasi kerja adalah
faktor status dan masa kerja. Pada umumnya, orang yang telah memiliki status
pekerjaan yang lebih tinggi biasanya telah menunjukkan prestasi kerja yang
baik. Status pekerjaan tersebut dapat memberikannya kesempatan untuk memperoleh
masa kerja yang lebih baik, sehingga kesempatannya untuk semakin menunjukkan
prestasi kerja juga semakin besar.
Di samping itu juga prestasi kerja seseorang tergantung
juga dari kesempatan, kapasitas, dan kemauan untuk melakukan prestasi.
Kapasitas terdiri dari usia, kesehatan, keterampilan, inteligensi, keterampilan
motorik, tingkat pendidikan, daya tahan, stamina, dan tingkat energi. Kemauan
terdiri dari motivasi, kepuasan kerja, status pekerjaan, kecemasan, legitimasi,
partisipasi, sikap, persepsi atas karakteristik tugas, keterlibatan kerja,
keterlibatan ego, citra diri, kepribadian, norma, nilai, persepsi atas
ekspektasi peran, dan rasa keadilan. Sedangkan kesempatan meliputi alat,
material, pasokan, kondisi kerja, tindakan rekan kerja, perilaku pimpinan,
mentorisme, kebijakan, peraturan, prosedur organisasi, informasi, waktu, serta
gaji yang didapatkan.
5. Komunikasi
Guru
Komunikasi merupakan bagian yang
penting dalam kehidupan kerja. Hal ini mudah dipahami sebab komunikasi yang
tidak baik bisa mempunyai dampak yang luas terhadap kehidupan organisasi ,
misalnya konflik antar guru, dan sebaliknya komunikasi yang baik dapat
meningkatkan saling pengertian, kerjasama dan juga kepuasan kerja. Mengingat
yang bekerjasama dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan merupakan
sekelompok sumber daya manusia dengan berbagai karakter, maka komunikasi yang
terbuka harus dikembangkan dengan baik. Dengan demikian masing-masing pegawai
dalam organisasi mengetahui tanggung jawab dan wewenang masing-masing.
Guru-guru yang mempunyai kompetensi komunikasi yang baik akan mampu memperoleh
dan mengembangkan tugas yang diembannya, sehingga tingkat kinerjanya menjadi
semakin baik. Komunikasi memegang peranan penting di dalam menunjang kelancaran
aktivitas pegawai di sekolah. Adapun komunikasi yang di bangun di sekolah
ini antara lain:
a. Komunikasi ke
bawah (downward communication) atau komunikasi kepala sekolah dengan
para guru dan staf tata usaha.
Yaitu komunikasi yang datang dari kepala sekolah SMP Negeri 5 Bitung kepada
seluruh warga sekolah dan bersifat intern. Seperti instruksi tugas,
rasionalisasi pekerjaan, informasi, idiologi, dan balikan.
b. Komunikasi keatas (upward
communication) atau komunikasi guru dan karyawan kepada kepala sekolah.
Adalah arus komunikasi yang bergerak dari bawah keatas.
Pesan yang disampaikan antara lain laporan pelaksanaan pekerjaan, keluhan guru,
sikap dan perasaan guru tentang kendala yang dihadapi pada proses kegiatan
belajar mengajar, pengembangan media pembelajaran, informasi tentang pembagian
jadwal mengajar dan hasil yang dicapai oleh siswa, dll.
c. Komunikasi
Horisontal (horizontal comunication)
Komunikasi yang di bangun di antara para guru-guru mata
pelajaran, guru kelas dalam rangka kerja yang sama demi untuk
meningkatkan hasil belajar siswa serta kemajuan sekolah.